Jumat, 30 Mei 2014
Senin, 26 Mei 2014
TINGKATAN HASIL PERUBAHAN PADA DIRI SISWA KARENA PENDIDIKAN MENURUT BENYAMIN BLOOM (TAKSONOMI BLOOM) David Natun
A. Pengantar.
Pada tahun
1956 Benyamin Bloom menyampaikan gagasannya berupa taksonomi tujuan pendidikan
dengan menyajikannya dalam bentuk hirarki. Tujuan penyajian ke dalam bentuk sistem
klasifikasi hirarki ini dimaksudkan untuk mengkategorisasi hasil perubahan pada
diri siswa sebagai hasil buah pembelajaran. Bloom dalam taksonominya, yang
selanjutnya disebut Taksonomi Bloom. Kata taksonomi diambil dari
bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan
sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di
mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih
rendah bersifat lebih spesifik.
Bloom dan Krathwohl menggunakan 4
prinsip-prinsip dasar dalam merumuskan taksonomi, antara lain:
1 . Prinsip metodologi, Perbedaan yang
besar telah merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar
2 .
Prinsip
psikologis, Taksonomi hendaknya konsisten fenomena kejiwaan yang ada sekarang
3 .
Prinsip
Logis, Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten
4 . Prinsip tujuan
Dalam konteks
pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan (domain)
perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan, yakni :
1. Kawasan kognitif
(ranah Kognitif) yang berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Kawasan afektif (ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan
emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Kawasan psikomotor
(ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.Taksonomi perilaku menurut Bloom ini
(Bloom’s Taxonomy/Learning Taxonomy),
menjadi rujukan penting dalam proses pendidikan, terutama kaitannya dengan
usaha dan hasil pendidikan. Segenap usaha pendidikan seyogyanya diarahkan untuk
terjadinya perubahan perilaku peserta didik secara menyeluruh, dengan mencakup
semua kawasan perilaku.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal
yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan
oleh Ki Hajar
Dewantoro, yaitu: cipta,
rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan
pengamalan. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah
laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku
dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat
yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai
“pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang
ada pada tingkatan pertama.
B. Masing – masing
domain/ranah dalam Taksonomi Bloom dan tingkatannya.
Masing – masing domain/ranah memiliki
tingkatan dengan uraian :
1.
Domain
Kognitif Bloom. Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut
aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu
terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai
jenjang yang tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan: Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian
pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan
Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
1.1.Pengetahuan biasanya
disebut C1 (Knowledge) Berisikan
kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika
diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa
menguraikan dengan baik definisi dari kualitas,
1.2.Karakteristik produk yang berkualitas,
standar kualitas minimum untuk produk. Mengetahui terminologi (secara khusus) yaitu
berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu
yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal
dan berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep
tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non
verbal.
1.3. Pemahaman
(Comprehension), yang disebut C2. Tingkatan yang paling rendah dalam aspek
kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam
tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka
dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya
dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya. Pemahaman atau dapat dijuga
disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yang
mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-temuan yang didapat dari
mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta disusun kembali dalam
struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini diakomodasikan dan kemudian
berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada, sehingga membentuk struktur
kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman
meliputi translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa
perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar,
bagan atau grafik, interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam
simbol, baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang dapat
dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang suatu konsep atau prinsip
tertentu jika dia telah mampu membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkannya
dengan sesuatu yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti
konsep tentang “motivasi kerja” dan dia telah dapat membedakannya dengan konsep
tentang ”motivasi belajar dan ekstrapolasi yaitu melihat kecenderungan, arah
atau kelanjutan dari suatu temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian
bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia akan
mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu,
terlebih dahulu dicari prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu.
Jika ditemukan bahwa kelima bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima,
maka kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.
1.4. Aplikasi (Application),
disebut C3. Di tingkat ini seseorang memiliki kemampuan untuk
menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori di dalam kondisi kerja.
Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di
produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan
menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.
Aplikasi adalah Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau
menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan
menguasai kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan,
mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal
yang sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada
petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok bagi alat
angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu
itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman
demikian, maka mereka memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse
(kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap
sebuah temuan baru.
1.5.Analisis (Analysis) biasanya disebut
C4. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu
menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan
informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat
dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan
mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat
keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam
tingkat keparahan yg ditimbulkan. Analisis adalah menentukan
bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-bagian
tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi
argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan. Secara rinci Bloom
mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu analisis unsur yakni kemampuan
melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu
pernyataan, membedakan fakta dengan hipotesa, membedakan pernyataan faktual
dengan pernyataan normative, mengidentifikasi motif-motif dan membedakan
mekanisme perilaku antara individu dan kelompok, memisahkan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan yang mendukungnya., analisis hubungan yakni kemampuan untuk melihat secara
komprehensif interrelasi antar ide dengan ide, mengenal unsur-unsur khusus yang
membenarkan suatu pernyataan, mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang
mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya,
memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada,
menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna membedakan mana
pernyataan yang relevan mana yang tidak, mendeteksi hal-hal yang tidak logis di
dalam suatu argument, mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan
yang tidak penting di dalam perhitungan historis dan analisis prinsip-prinsip
organisasi yaitu kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat, mengenal
bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya, mengetahui maksud
dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan
perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya, melihat teknik yang digunakan
dalam menyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan
propaganda.
1.6. Sintesis (Synthesis) biasanya disebut C5. Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesa akan mampu
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak
terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk
menghasilkan solusi yang
dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu
memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan
pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk. Sintesis
merupakan kemampuan menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi
menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir
induktif dan konvergen merupakan ciri kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan
irama dan kemudian manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru,
memberi nama yang sesuai bagi suatu temuan baru, menciptakan logo organisasi.
1.7. Evaluasi (Evaluation) biasanya disebut C6. Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk
memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini
seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk
dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis
dan sebagainya. Evaluasi
merupakan kegiatan mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan
benar-salah, baik-buruk, atau bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran
yang digunakan, yaitu pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan
dengan memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis
unsur-unsur yang ada di dalam objek yang diamati dan Pembenaran berdasarkan
kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang bersumber
di luar objek yang diamati., misalnya kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau
kecocokannya dengan kebutuhan pemakai.
2. Domain Afektif
2.1. Penerimaan
(Receiving/Attending), Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam
pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan
mengarahkannya. Penerimaan adalah semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah,
situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan
untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
Receiving juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan
atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan
menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai
itu. Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu : Kesiapan untuk menerima
(awareness),
yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek
yang akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi
perhatian pada stimulus yang bersangkutan, kemauan untuk menerima
(willingness to receive),
yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan dan mengkhususkan perhatian
(controlled or selected attention),
mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu
saja.
2.2. Tanggapan
(Responding), Memberikan
reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,
kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan. Responding/ menanggapi
adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif atau kemampuan
menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan
salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam
menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Mengadakan aksi
terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut : Kesiapan menanggapi (acquiescene
of responding). Sebagai contoh : mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari
tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati
peraturan lalu lintas. Kemauan menanggapi (willingness
to respond), yaitu usaha untuk
melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain
atau warna saja. Kepuasan menanggapi (satisfaction
in response), yaitu adanya aksi atau
kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui.
Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya,
membuat coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat
perhatiannya, dan sebagainya
2.3. Penghargaan/penilaian (Valuing),
Berkaitan dengan harga atau
nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian
berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan
ke dalam tingkah laku. Valuing/ penilaian, menilai atau menghargai
artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan
atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan kan memberikan suatu
penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak
hanya mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai
konsep atau fenomena baik atau buruk. Pada
tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan
menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat
tahap yaitu : Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan
dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif, Menyeleksi nilai yang lebih
disenangi (preference
for a value) yang dinyatakan dalam
usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya
lukisan yang memiliki yang memuaskan, komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu
nilai dengan alasan-alasan tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman,
komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, terpesona. Kagum atas
keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai keberanian yang
dihargainya.
2.4.
Pengorganisasian
(Organization), Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan
membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Organization/ Organisasi
yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk
hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai
yang telah dimilikinya. Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya
menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai
melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai.
Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni : Konseptualisasi
nilai, yaitu keinginan untuk
menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari
suatu moral atau kebiasaan dan pengorganisasian
sistem nilai, yaitu menyusun
perangkat nilai dalam suatu sistem berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam
sistem nilai ini yang bersangkutan menempatkan nilai yang paling disukai pada
tingkat yang amat penting, menyusul kemudian nilai yang dirasakan agak penting,
dan seterusnya menurut urutan kepentingan.atau kesenangan dari diri yang
bersangkutanYang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai,
organisasi sistem nilai dan lain-lain.
2.5. Karakterisasi
Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex),
Memiliki sistem nilai yang
mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau
internalisasi nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai.
Karakterisasi merupakan kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem
nilai. Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat
disusun, maka susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan,
artinya mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap
karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap,
yaitu : Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu
masalah dari suatu sudut pandang tertentu dan Karakterisasi,
yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada
kepribadian diri yang bersangkutan
3. Domain Psikomotor
Domain/Ranah Psikomotor adalah ranah yang berkaitan
dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi
kepada ketrampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan
(action) yang memerlukan koordinasi
antara syaraf dan otot. Beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar
psikomotor. Diantaranya Ryan
(1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur
melalui, pengamatan langsung
dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik
berlangsung, sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes
kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai
dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat
bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan
menyusun urut-urutan pengerjaan, kecepatan mengerjakan tugas,
kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan
atau ukuran yang telah ditentukan. Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa
dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup
persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses
berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah
proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan
menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak
digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu
kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil
dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik
ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam
simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar. Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan
itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah
laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam
pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat
sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku
yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√)
pada kolom jawaban hasil observasi. Rincian
dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan
domain yang dibuat Bloom.
3.1. Persepsi (Perception), Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
3.2. Kesiapan (Set), Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
3.3. Guided Response (Respon Terpimpin), Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
3.4. Mekanisme (Mechanism), Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
3.5. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response), Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
3.6. Penyesuaian (Adaptation), Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
3.7. Penciptaan (Origination), Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi, kondisi atau permasalahan tertentu.
C. Penutup.
Sebagai calon guru kita diharapkan mampu
membuat peserta didik yang kita ajar menjadi manusia yang berguna baik untuk
dirinya sendiri maupun orang lain. Maka kita perlu menerapkan suatu
ancang-ancang untuk belajar.
Taksonomi membantu guru memetakan dengan baik
keseluruhan proses belajar mengajarnya sehingga kelak apa yang menjadi tujuan
pendidikan dapat tercapai. Taksonomi adalah pengelompokan suatu hal berdasarkan
tingkatan tertentu. Pengklasifikasian sistem pembelajaran ini pertama kali
dirumuskan oleh Benyamin S. Bloom dan Krathwool
dengan teman – temannya karna pengevaluasi pembelajaran dulu menurut
mereka itu masih belum efektif yakni sistem hafalan. Karena menurut Bloom dan
kawan-kawan masih ada sistem pembelajaran yang lebih efektif sehingga
terbentuknya taksonomi pendidikan. Taksonomi tersebut kemudian kita kenal
dengan sebutan taksonomi Bloom dengan tiga ranahnya/domain/tingkatan yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor.
Kawasan kognitif membahas tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, kawasan afektif membahas tentang kondisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosional sedangkan kawasan psikomotor membahas tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik.
Kawasan kognitif membahas tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, kawasan afektif membahas tentang kondisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosional sedangkan kawasan psikomotor membahas tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
Jumat, 28 Maret 2014
PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, TAKTIK DAN MODEL DALAM PROSES PEMBELAJARAN
DAVID NATUN
GURU SMP NEGERI 2 KOTA KUPANG
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya.
GURU SMP NEGERI 2 KOTA KUPANG
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya.
Istilah-istilah tersebut adalah:
1. Pendekatan Pembelajaran
2. Strategi Pembelajaran
3. Metode Pembelajaran
4. Teknik Pembelajaran
5. Taktik Pembelajaran
6. Model Pembelajaran
Istilah diatas memiliki pengertian yang hampir sama tetapi sebenarnya memiliki beberapa perbedaan dalam implementasinya, untuk itu dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pendekatan Pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
2) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach yang memiliki beberapa arti di antaranya diartikan dengan ’pendekatan’. Di dalam dunia pengajaran, kata approach lebih tepat diartikan a way of beginning something ‘cara memulai sesuatu’. Karena itu, istilah pendekatan dapat diartikan cara memulai pembelajaran. Dalam pengertian yang lebih luas, pendekatan mengacu kepada seperangkat asumsi mengenai cara belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik tolak dalam memandang sesuatu, suatu filsafat atau keyakinan yang tidak selalu mudah membuktikannya. Jadi, pendekatan bersifat aksiomatis (Badudu 1996:17). Aksiomatis artinya bahwa kebenaran kebenaran teori-teori yang digunakan tidak dipersoalkan lagi. Pendekatan pembelajaran (teaching approach) adalah suatu ancangan atau kebijaksanaan dalam memulai serta melaksanakan pengajaran suatu bidang studi/mata pelajaran yang memberi arah dan corak kepada metode pengajarannya dan didasarkan pada asumsi yang berkaitan.
Fungsi pendekatan bagi suatu pengajaran adalah sebagai pedoman umum dan langsung bagi langkah-Iangkah metode pengajaran yang akan digunakan. Sering dikatakan bahwa pendekatan melahirkan metode. Artinya, metode suatu bidang studi, ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Di samping itu, tidak jarang nama metode pembelajaran diambil dari nama pendekatannya. Sebagai contoh dalam pengajaran bahasa. Pendekatan SAS melahirkan metode SAS. Pendekatan langsung melahirkan metode langsung. Pendekatan komunikatif melahirkar metode komunikatif. Pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi 2, yaitu pendekatan umum dan pendekatan khusus.
a. Pendekatan Umum yaitu pendekatan yang berlaku bagi semua bidang studi di suatu sekolah program. Contoh pendekatan umum yang ditetapkan kurikulum antara lain:
a.1. Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang mengutamakan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung,
a.2. Pendekatan Keterampilan Proses tidak hanya ditujukan untuk penguasaan tujuan, tetapi juga penguasaan keterampilan untuk mencapai tujuan tersebut (keterampilan proses),
a.3. Pendekatan Spiral, pendekatan ini mengatur pengembangan materi yang dimulai dengan jumlah kecil yang terus meningkat. Dengan kata lain, dari materi dasar berkembang terus hingga materi lanjut,
a.4. Pendekatan Tujuan dimulai dengan penetapan tujuan, terutama tujuan-tujuan operasional.
Berdasarkan tujuan-tujuan itulah ditentukan bahan, metode, teknik, dan sebagainya.
b. Pendekatan khusus, yaitu pendekatan yang berlaku untuk bidang studi tertentu, misalnya pendekatan khusus pembelajaran bahasa Indonesia. Beberapa contoh pendekatan khusus yang pernah digunakan dalam pembelajaran bahasa misalnya: pendekatan komunikatif, pendekatan struktural, pendekatan lisan (oral), pendekatan langsung, pendekatan tak langsung, pendekatan alamiah
2. Strategi Pembelajaran.
Istilah strategi berasal dari Yunani strategia ’ilmu perang’ atau ’panglima perang’. Selanjutnya strategi diartikan sebagai suatu seni merancang operasi di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang angkatan darat atau laut. Strategi dapat diartikan pula sebagai suatu keterampilan mengatur suatu kejadian atau hal ikhwal (Hidayat 2000:1). Anthony (dalam Hidayat 2000: 1) menyatakan bahwa strategi adalah suatu teknik yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Secara umum strategi diartikan suatu cara, teknik, taktik, atau siasat yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Pringgowidagda 2002: 88). Dick dan Carey (1985) yang dikutip oleh Suparman (1993:155) mengatakan bahwa suatu strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan pembelajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa.
Dick dan Carey menjelaskan lima komponen umum strategi pembelajaran, yaitu:
a) kegiatan pra pembelajaran,
b) penyajian informasi,
c) partisipasi siswa,
d) tes, dan
e) tindak lanjut.
Kelima komponen tersebut bukanlah satu-satunya rumusan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran, dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam Strategi Pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (kriteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
(1) Exposition-discovery learning dan
(2) Group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
3. Metode Pembelajaran.
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani methodos ’jalan’, ’cara’. Karena itu, metode diartikan cara melakukan sesuatu. Dalam dunia pembelajaran, metode diartikan ’cara untuk mencapai tujuan’. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara menyeluruh (dari awal sampai akhir) dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Jadi, metode merupakan cara melaksanakan pekerjaan, sedangkan pendekatan bersifat filosofis, atau bersifat aksioma. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana pengembangannya.
Karena itu,metode pengajaran dapat dikatan sebagai cara-cara guru mencapai tujuan pengajaran dari awal sampai akhir yang terdiri atas lima kegiatan pokok. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai berikut:
1) Pemilihan bahan,
2) Penyusunan bahan,
3) Penyajian,
4) Pemantapan, dan
5) Penilaian formatif.
Metode Pembelajaran terdiri atas berbagai macam metode yang digunakan dalam setiap langkah pada urutan kegiatan pembelajaran. Setiap langkah itu mungkin menggunakan satu atau beberapa metode atau mungkin pula beberapa langkah menggunakan metode yang sama. Metode Pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:
(1) Ceramah;
(2) Demonstrasi;
(3) Diskusi;
(4) Simulasi;
(5) Laboratorium;
(6) Pengalaman lapangan;
(7) Brainstorming;
(8) Debat,
(9) Simposium, dan sebagainya.
Sama seperti pendekatan, metode pengajaran juga terbagi atas dua bagian, yaitu metode umum dan metode khusus.
a. Metode Umum (Metode Umum Pembelajaran) adalah metode yang digunakan untuk semua bidang studi/mata pelajaran, milik bersama semua bidang studi. Contoh metode umum ini antara lain: metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode ramu pendapat, metode demonstrasi, metode penemuan, metode inkuiri, metode pemberian tugas dan resitasi, dan metode latihan.
b. Metode Khusus (Metode Khusus Pembelajaran Bidang Studi Tertentu) adalah metode pembelajaran tiap-tiap bidang studi, misalnya metode khusus pengajaran bahasa. Metode khusus ini tentu sangat ditentukan oleh corak bidang studi yang bersangkutan dan tujuan pengajarannya. Bidang studi yang mirip tentu akan memiliki metode khusus yang mirip pula. Metode khusus pembelajaran bahasa dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu: metode pengajaran bahasa pertama (bahasa ibu), dan metode pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
4. Teknik Pembelajaran.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan taktik pembelajaran. Teknik artinya cara, yaitu cara mengerjakan atau melaksanakan sesuatu. Jadi, teknik pengajaran atau mengajar adalah daya upaya, usaha-usaha, cara-cara yang digunakan guru untuk melaksanakan pengajaran atau mengajar di kelas pada waktu tatap muka dalam rangka menyajikan dan memantapkan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran (TIK/TPK pada kurikulum sebelum 2004, indikator setelah kurikulum 2004) saat itu. Teknik pembelajaran adalah siasat atau cara yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar untuk dapat memperoleh hasil yang optimal.
Teknik pembelajaran ditentukan berdasarkan metode yang digunakan, dan metode disusun berdasarkan pendekatan yang dianut. Dengan kata lain, pendekatan menjadi dasar penentuan metode, dari metode dapat ditentukan teknik. Karena itu, teknik yang digunakan guru dapat bervariasi sekali. Untuk metode yang sama dapat digunakan teknik pembelajaran yang berbeda-beda, bergantung pada berbagai faktor. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Teknik pembelajaran bersifat implementasional (pelaksanaan) dan terjadinya pada tahap pelaksanaan pengajaran (penyajian dan pemantapan). Kalau kita perhatikan guru yang sedang mengajar di kelas, maka yang tampak pada kegiatan guru – murid itu adalah teknik mengajar.
Teknik pembelajaran adalah siasat atau cara yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar untuk dapat memperoleh hasil yang optimal. Teknik pembelajaran ditentukan berdasarkan metode yang digunakan, dan metode disusun berdasarkan pendekatan yang dianut. Dengan kata lain, pendekatan menjadi dasar penentuan metode, dari metode dapat ditentukan teknik. Karena itu, teknik yang digunakan guru dapat bervariasi sekali. Untuk metode yang sama dapat digunakan teknik pembelajaran yang berbeda-beda, bergantung pada berbagai faktor. Karena itu, teknik pembelajaran yang digunakan guru tergantung pada kemmapuan guru itu mencarai akal atau siasat agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar dan berhasil dengan baik.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan teknik pembelajaran di antaranya
1) Situasi kelas,
2) Lingkungan,
3) Kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisi yang lain.
Dalam percakapan sehari-hari kata metode dan teknik ini diartikan sama, yaitu cara. Dengan demikian, guru sering mencampuradukkan antara metode pengajaran dan teknik mengajar. Kalau teknik mengajar disebut metode mengajar masih bisa diterima karena metode mencakup teknik. Sebaliknya, kalau sebuah metode pengajaran disebut teknik pengajaran jelas tidak tepat sama sekali.
Seperti halnya pendekatan, dan metode, teknik pembelajaran dapat dibagi atas dua bagian, yaitu teknik umum dan teknik khusus.
a. Teknik Umum (Teknik Umum Mengajar) adalah cara-cara yang dapat digunakan untuk semua bidang studi. Teknik umum di antaranya sebagai berikut : teknik ceramah, teknik tanya jawab, teknik diskusi, teknik ramu pendapat, teknik pemberian tugas, teknik latihan, teknik inkuiri, teknik demonstrasi, teknik simulasi. Nama-nama teknik umum ini sama seperti nama-nama metode umum, namun wujudnya tentu berbeda. Misalnya ceramah. Sebagai metode, ceramah mencakup pemilihan, penyusunan, dan penyajian bahan. Bahkan, metode ceramah juga mencakup bagaimana menyajikan bahan, dan biasanya teknik ceramah itu hanya salah satu teknik yang dipakai dalam suatu pertemuan atau kegiatan belajar mengajar.
b. Teknik Khusus (Teknik Khusus Pengajaran Bidang Studi Tertentu) adalah cara mengajarkan (menyajikan atau memantapkan) bahan-bahan pelajaran bidang studi tertentu. Teknik khusus pengajaran bahasa mempunyai ragam dan jumlah yang sangat banyak. Hal ini karena teknik mengacu kepada penyajian materi dalam lingkup yang kecil. Sebagai contoh, teknik pengajaran keterampilan berbahasa terdiri atas teknik pembelajaran membaca, teknik pembelajaran menulis, teknik pembelajaran berbicara, teknik pembelajaran menyimak, teknik pembelajaran tata bahasa, dan teknik pembelajaran kosa kata. Pembelajaran membaca terbagi pula atas teknik pembelajaran membaca permulaan dan teknik pembelajaran membaca lanjut. Masing-masing terdiri pula atas banyak macam. Begitulah, teknik khusus itu banyak sekali macamnya karena teknik khusus itu berhubungan dengan rincian bahan pembelajaran
5. Taktik Pembelajaran.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni (kiat)
6. Model Pembelajaran.
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Model pembelajaran sering dimaknai sama dengan pendekatan pembelajaran. Bahkan kadang suatu model pembelajaran diberi nama sama dengan nama pendekatan pembelajaran. Sebenarnya model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada makna pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, media (film-film), tipe-tipe, program-program media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar).
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
(1) Model interaksi sosial;
(2) Model pengolahan informasi;
(3) Model personal-humanistik; dan
(4) Model modifikasi tingkah laku.
Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Joice (1992) berpendapat bahwa “Earch model guides us as we design instruction to helf students achieve various objectis” . Artinya, setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan Joyce, Joyce dan Weil (1992:1) menyatakan “Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expessing themselves, we are also teaching them how to learn”. Artinya, model pembelajaran merupakan model belajar. Dengan model tersebut guru dapat membantu siswa mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu, model belajar juga mengajarkan bagaimana mereka belajar.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran (kompetensi pembelajaran), dan pengelolaan kelas (Kardi dan Nur 2000:8). Hal ini sejalan dengan pendapat Arend (1997) “The term teaching model refers to a particular aproach to instruction that includes its goals, sintax, enviroment, and management system”. Artinya, model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu, termasuk tujuannya, langkah-langkahnya (syntax), lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Arend (1997) memilih istilah model pembelajaran didasarkan pada dua alasan penting. Pertama, istilah model memiliki makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Kedua, model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di kelas, atau praktik mengawasi anak-anak.
Atas dasar pendapat di atas, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai berikut.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik (teratur) dalam pengorganisasian kegiatan (pengalaman) belajar untuk mencapai tujuan belajar (kompetensi belajar). Dengan kata lain, model pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan KBM dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Karena itu, pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan dibelajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.
Suatu rancangan pembelajaran atau rencana pembelajaran disebut menggunakan model pembelajaran apabila mempunyai empat ciri khusus, yaitu
a. Rasional teoretik yang logis yang disusun oleh penciptanya atau pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).
c. Tingkah laku yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur dalam Trianto 2007).
Suatu model pembelajaran akan memuat antara lain :
a. Deskripsi lingkungan belajar.
b. Pendekatan, metode, teknik, dan strategi.
c. Manfaat pembelajaran.
d. Materi pembelajaran (kurikulum).
e. Media.
f. Desain pembelajaran.
Model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaknya (langkah-langkahnya), dan sifat lingkungan belajarnya. Arends (1997) menyebutkan enam model pembelajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam pembelajaran, yaitu: presentasi, pengajaran langsung (direct instruction), pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah (problem base instruction), dan diskusi kelas.
Ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam implementasi pembelajaran di antaranya sebagai berikut (lihat Karli dan Yuliariatiningsih 2002).
Model pembelajaran kontekstual (CTL), model pembelajaran berdasarkan masalah, model pembelajaran konstruktivisme, model dengan pendekatan lingkungan, model pengajaran langsung, model pembelajaran terpadu, dan model pembelajaran interaktif.
Dalam pembelajarkan suatu materi (tujuan/kompetensi) tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran lainnya. Artinya, setiap model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus mempertimbangkan antara lain materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia. Dengan cara itu, tujuan (kompetensi) pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Hal itu sejalan dengan pemikiran Arends (1997:7) yaitu model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan engelolaan kelas. Hal itu dengan harapan bahwa setiap model pembelajaran dapat mengarahkan kita mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh :
1. Sifat dari materi yang akan diajarkan,
2. Tujuan akan dicapai dalam pengajaran,
3. Tingkat kemampuan peserta didik,
4. Jam pelajaran (waktu pelajaran),
5. Lingkungan belajar, dan
6. Fasilitas penunjang yang tersedia.
Kualitas model pembelajaran dapat dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan (kompetensi), yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan. Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung baik. Karena itu, setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap model memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem saraf (penerimaan/proses berpikir) banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan materi ajar siswa, di samping banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan siswa (Trianto 2007: 5-6)
Daftar Pustaka
http://aguswuryanto.wordpress.com/2010/07/20/prinsip-pendekatan-metode-teknik-strategi-dan-model-pembelajaran/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/
http://mushlihin.com/2013/10/education/perbedaan-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran.php
http://mbahbrata-edu.blogspot.com/2009/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode.html
Langganan:
Postingan (Atom)