Rabu, 02 Juni 2010

AKHIRNYA MEREKA KEMBALI DAN UANG ITU PUN PERGI

(Gugatan terhadap Studi Banding 39 Anggota DPRD TTS dan SKPD TTS ke Tanah Rantau)

Oleh: David Natun, S.Pd
Ketua Forum Komunikasi Pemuda Gereja-Gereja Kristen NTT


Dengan wajah penuh riang dan segar tanpa rasa bersalah sedikit pun akhirnya para wakil rakyat dan abdi negara asal Timor Tengah Selatan berjumlah ratusan orang itu kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, tanah Timor tercinta dan tersiksa. Pesawat dengan pramugarinya yang cantik nan elok dan kursi yang empuk dibantu sabuk pengaman dan air conditioner menyapa mereka yang penuh canda tawa dan pelayanan prima bak di sorga.

Mengantarkan mereka dari rantau nun jauh di sana, di tanah Jawa. Rupanya para pahlawan pendidikan, kesehatan, pertambangan, pertanian dan peternakan ini dengan sangat gigih telah pergi dan belajar keras dan menghabiskan uang dengan keras pula sesuai dengan mata anggaran yang ditetapkan dan kembali dengan penuh ilmu dan kreatifitas membara untuk sesegera mungkin menerapkannya di tempat dimana mereka dilahirkan, dibesarkan bahkan dibiayai.

Piawai memang sang sutradara menuliskan naskah ceritanya dan sangat luar biasa pula para aktor ini memerankan setiap adegan sampai pada akhir cerita yang happy ending karena ternyata semuanya berjalan dengan lancar, sesuai harapan, sesuai target dan sesuai keinginan, bahkan yang lebih menarik ada di antara mereka pos yang dikisahkan menggunakan dengan baik uang rakyat tersebut dalam membina dan mempertebal romantisme di negeri rantau dan sukses memang, walau tak tau anggaran untuk pacaran dari mana datangnya.

Lagi-lagi hebat memang penulis naskah mengobrak-abrik perasaan pembaca yang hanya bisa melongo dan menyaksikan hingga akhir episode bahkan angguk-angguk dan setelah itu harus keluar untuk mencari ubi hutan atau putak dan biji asam untuk makan. Karena memang dalam skenario mereka ditakdirkan untuk menyekolahkan anak-anaknya untuk kelak bangga atas kemampuan anak-anaknya untuk menipu dari atas mobil mewahnya yang baru harus dibeli sebagai ganti gengsi dan superioritasnya sebagai orang penting dan terhormat di atas penderitaan para pembayar pajak yang menggajinya itu.

Pilu memang nasibmu hai konstituen, hai rakyat biasa atau mungkin memang sudah suratan takdir untukmu, atau memang akronim kampungku TTS telah berubah kepanjangannya menjadi “Timor Tengah Sengsara”?.

Memang menarik bila ditonton dengan seksama sejumlah fakta yang diekspos secara gamblang lewat media cetak maupun elektronik dan sementara tak terbaca dan terdengar oleh mereka yang seharusnya peka bahkan harusnya sangat peka terhadap rangsangan berita kesengsaraan yang datangnya dari mereka yang memilihnya menjadi wakil dan duduk untuk menjadi pejuang kesejahteraannya malah balik berubah menjadi dia yang sejahtera sebelum konstituennya sejahtera. Sejumlah cerita menarik sebelum dan sementara terjadi sejak keberangkatan sampai sekarang para pahlawan TTS yang sempat terekam antara lain:

Pertama, Ironis memang di surat kabar dan radio mengiang kabar terkait 35 kepala keluarga di dusun satu Panite, Desa Bena, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, terpaksa harus mengkonsumsi putak sebagai penganti makanan pokok jagung dan beras. Seperti dituturkan salah seorang warga RT 06/ RW 03 dusun satu Panite Desa Bena lewat sebuah siaran radio. Sem Tateni yang ditemui mengatakan kepala keluarga yang berada di dusun satu mengkonsumsi putak sebagai pengganti makanan pokok berupa jagung dan nasi bahkan menurut Sem mereka terpaksa mengkonsumsi putak sebab gagal panen yang melanda wilayah TTS akibat curah hujan yang tidak stabil mengakibatkan rawan pangan bahkan gagal panen sehingga warga terpaksa mengkonsumsi putak.

Sementara lewat votting akhirnya teman-teman kita memilih memenuhi panggilan alokasi APBD untuk study banding tanpa mau peduli untuk minimal berbagi kasih dengan kelembutan hatinya untuk melihat skala prioritas dalam penanganan pembangunan daerahnya. Jika 10 persen saja uang studi banding itu dipakai untuk membantu mereka yang kesulitan ini, maka sesungguhnya suatu tindakan mulia telah dilakukan oleh mereka yang sering disapa “Wakil Rakyat Yang Terhormat” dan abdi Negara yang telah di-SK-kan untuk mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan atas nama kepentingan apa pun.

Memang ini soal kecerdasan sosial kemasyarakatan benar-benar diuji kadarnya. Jika dicermati rupanya studi banding terkait upaya peningkatan usaha tani, pengolahan lahan, peningkatan produktifitas pertanian, ekstensifikasi dan intensifikasi bahkan kaitan erat dengan peternakan yang menjanjikan bagi peningkatan ekonomi masyarakat menjadi pijakan yang kuat bagi mereka yang berstudi tentang pertanian dan peternakan. Memang ke depan kita tak akan susah lagi karena kita sudah punya dewan dengan perspektif kemanusiaan tentang ternak dan tumbuhan untuk mensejahterakan makhluk hidup lainnya yang adalah konstituennya, yang “Kepada Merekalah Harusnya Aku Mengabdi” kata seorang calon legislatif 2009-2014 pada waktu berkampanye dengan lantang meraih suara rakyat atau suara tuannya. Walau akhirnya pemilik suara harus kembali mengemis minta diperhatikan. Luar biasa memang naskah sinetron ini.

Kedua, Di sudut yang lain salah satu harian surat kabar mengabarkan APBD TTS dilaporkan Devisit Rp 18 M. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) TTS tahun 2010 untuk pendapatan daerah sebesar Rp 504.885.255.579, belanja daerah sebesar Rp 523.733.024.301. Defisit sebesar Rp 18.847.768.722.

Demikian dikemukakan Kabag Persidangan dan Risalah DPRD TTS, Oni Tunliu didampingi Kabag Perjalanan Dinas dan Protokol, Rahel E Mesakh di SoE. Dikatakan, rapat paripurna DPRD TTS untuk penetapan APBD TTS tahun 2010 sudah selesai dengan menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten TTS Nomor 1 tahun 2010 tentang APBD tahun anggaran 2010. Dalam APBD tersebut, pembiayaan daerah untuk penerimaan sebesar Rp 19.847.768.722 dan pengeluaran sebesar Rp 1 miliar. Pembiayaan netto sebesar Rp 18.847.768.722.

Dijelaskan, pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari PAD sebesar Rp 21.644.915.200, dana perimbangan sebesar Rp 477.083.069.249 dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 6.157.271.130. Mungkin perjalanan ini sebagai bentuk merespon berita ini, berarti kita tinggal menunggu surplus pada waktu mendatang, namun sayang tak ada pahlawan studi banding di bidang ekonomi untuk mengamati dan menata model peningkatan sumber daya dan sejumlah aspek yang bakal mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang pada saatnya akan berkontribusi bagi peningkatan pendapatan dan dialokasikan untuk sejumlah keperluan daerah. Mungkin kita harus menanti dengan sabar sesuai keyakinan sebagian besar mereka bahwa “Orang Sabar Disayang Tuhan”. Semoga 1 milyar yang kita keluarkan akhirnya akan mendatangkan 19 milyar sebagai jawaban atas kegundahan hati kita.

Ketiga, Saya jadi hampir menitikkan airmata kala menemukan fakta lain yang terkait “Kampungku Sayang, Kampungku Malang”. Yakni soal jumlah penderita gizi buruk di Kabupaten Timor Tengah Selatan atau TTS Februari 2010 sebanyak 541 balita atau 1,20 persen. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, Yuli Butun seusai melakukan pertemuan dengan duta besar Austria Dr Wolfer dan rombongan Medcare partners di ruang kerja Wakil Gubernur NTT soal bantuan kesehatan dari Dubes Austria di Kupang kamis (15/04/10) mengatakan sementara untuk gizi kurang berjumlah 625 balita atau 13,32 persen dan gizi baik 38.673 balita atau 85,49 persen. Menurut Yuli meningkatknya gizi buruk ini akibat penanganan dari hilir ke hulu yang kurang sehingga di hulu yang menjadi tempat penampungan masalah gizi buruk ini.

Yuli mengungkapkan, diketahui gizi buruk yang sudah ditangani di rumah sakit dan telah sembuh tapi setelah kembali ke rumah siapa yang mengontrolnya atau mengawasi sehingga bisa mengakibatkan hal ini kembali terjadi lagi. Yuli menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan instansi terkait tapi kembali lagi siapa yang punya wewenang untuk mengawasi hal ini, sehingga tidak terjadi peningkatan gizi buruk lagi.

Nada harap, cemas atau nada fals kembali terlontar dari kepala dinas kesehatan tersebut terkait buruknya penanganan kasus gisi buruk di kampung kita mungkin yang mendasari para pahlawan kita untuk menstudikannya ke Salatiga, sebuah daerah yang jauh sekali dan butuh biaya yang besar untuk menuju ke sana dan bahkan tak tanggung-tanggung harus membawa banyak orang agar pelajarannya benar-benar mendarat dengan mulus di banyak kepala, dan kepala-kepala itu akan memunculkan harapan baru dalam penyelesaian kasus tersebut. Kita menanti berita baru terkait penanganan gizi buruk dan sejumlah masalah kesehatan lainnya (contoh kekurangan dokter, kesalahan pemeriksaan di rumah sakit) di media sebagai dampak riil dari studi banding para pahlawan kesehatan di kota metropolitan.

Keempat, Kita bersyukur karena Menteri Pertanian Suswono bersama Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan Bupati TTS, Paulus VR. Mella berkunjung ke Desa Oebelo, Kecamatan Amanuban Selatan, untuk melihat dari dekat kekeringan yang melanda sebagian wilayah TTS hingga mengakibatkan gagal panen. Kondisi kekeringan mengakibatkan 4.800 ha tanaman pertanian dinyatakan gagal panen yang dialami 16.170 KK. Gagal panen ditopang dengan konsumsi makanan alternatif yang mengandung karbohidrat berupa pisang, ubi-ubian, putak dan lainnya. Dalam kunjungan itu, Mentan Suswono mengatakan NTT merupakan salah satu daerah menunjang ketersediaan pangan di Indonesia.

Diharapkan, jika ada persoalan pangan tidak boleh ditutup-tutupi, tapi harus menyampaikan ke pemerintah setempat untuk mencari solusi. "Jika pemerintah setempat membutuhkan bantuan provinsi atau pusat maka perlu disampaikan," katanya. Memang syukur tapi menggelikan pula karena menterinya datang ke TTS bahkan langsung berkunjung ke daerah untuk melihat langsung kondisi di TTS, sementara para pengambil kebijakan dan eksekutornya malah jauh-jauh berjalan untuk mempelajari tentang hal yang sama di daerah yang jelas-jelas berbeda baik iklim, kondisi sosial dan sejumlah aspek geografis lainnya. Atau mungkin salah jalan? Memang ada yang salah jalan karena kebetulan dan ada yang berencana untuk salah jalan.

Jika demikian, maka segera kembalilah ke jalan yang benar sebelum terlambat. Bisa benar juga kalau ada lobi untuk menteri turun dan melihat langsung keadaan di TTS? Yang tahu hanya melaksanakan. Biar tangan kiri memberi, tangan kanan tak perlu tahu, kata si pelobi. Mulia memang hatinya.

Kelima, Untuk satu kubik mangan, pengumpul memperoleh upah Rp 100 ribu dan pemilik tanah Rp150 ribu. "Awalnya, delapan karung mangan dihargai satu kubik. Belakangan perusahan itu menaikan menjadi 12 hingga 13 karung mangan baru dihitung satu kubik," kata Dan Betty, salah seorang pengumpul mangan. Menurut dia, sebelumnya pengusaha menjanjikan akan menghitung satu kubik mangan dengan delapan karung ukuran 50 kg tetapi kemudian menggunakan alat ukur berupa mal yang membuat warga selaku pengumpul merasa sangat dirugikan.

Alex Djari mengatakan, pertambangan rakyat harus memberikan keuntungan kepada rakyat di samping kontribusi untuk pendapatan asli daerah (PAD). Sementara itu Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTS, Obet Naitboho mengaku, kaget setelah mengetahui bahwa PT Soe Makmur Resources sudah membawa keluar mangan sebanyak 955 meter kubik. Pasalnya, sesuai dengan izin Bupati TTS Nomor:309/KEP/HK/2008 tentang pengambilan sampel mangan, perusahan ini hanya boleh mengambil mangan maksimal 500 kubik atau setara 2.100 ton.

Pertambangan mangan liar di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, tidak hanya merusak lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat adat, tetapi juga telah membunuh sembilan penambang liar selama Juni hingga Oktober 2009. Selain itu, masyarakat setempat juga selalu rugi karena menjual mangan hasil pertambangannya dengan harga Rp 450- Rp 750 per kilogram—jauh di bawah harga jual di Surabaya yang Rp 2.000-Rp 3.000 per kg.

Bupati TTS Paulus Mella di Kupang, NTT, mengatakan, banyak pihak telah memanfaatkan kesempatan mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dari keterlambatan penerbitan peraturan pelaksana UU No 4/2009 mengenai pertambangan dan energi itu. ”Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan dari pertambangan mangan di TTS, sebagai salah satu penghasil mangan terbesar.

Mangan di TTS memiliki kualitas sampai 45 persen dibandingkan dengan mangan daerah lain. Oleh karena itu, jadi incaran pengusaha mangan,” tutur Mella. Kesimpang-siuran informasi terkait cendana TTS jilid 2 alias tambang mangan ini memang kerap menghiasi halaman depan surat kabar dan berita utama media elektronik. Barang milik masyarakat harganya ditentukan seenaknya oleh pengusaha atas nama investasi dan atas nama upaya mensejahterakan rakyatnya.

Salah satu obyek studi para wisatawan lokal kita adalah mangan di daerah lain tersebut, yang lucunya kalau hanya terkait penetapan harga dan atau terkait regulasi sebenarnya tak perlu jauh-jauh membuang biaya besar keluar daerah, cukup dengan duduk beberapa menit di depan komputer dengan kecanggihan teknologi yang luar biasa kita sudah dapat mengakses gambar, tulisan, petikan informasi, peraturan dan apa saja terkait mangan dan semua jenis barang tambang lainnya di muka bumi, lalu kemudian distudikan dengan seksama, lalu tinggal buat kebijakan. Teman-teman dewan dan SKPD yang sarjana tentu hafal benar kalau studi tak harus mendatangi lokasi dan cukup dengan kepustakaan dan sejumlah sumber langsung lainnya.

Sangat lucu di era yang sangat mengandalkan teknologi informasi ini masih ada orang yang gaptek mengalokasikan uang daerahnya untuk jauh-jauh melakukan sesuatu yang mubazir. Sebenarnya teman-teman kita menganut paham “Lihat Dulu Baru Percaya” jadi mereka sebangsa Kisah Thomas dalam Alkitab yang harus melihat dulu baru percaya tapi mereka lupa kalau Tuhan Yesus berkata “Berbahagialah Mereka yang Tidak Melihat namun Percaya.”

Memang dalam kesibukan harus sempatkan diri berbakti bersama di tempat ibadah untuk mengingat kembali cerita-cerita Alkitab yang bisa menginspirasi kita dengan kebenaran dalam bekerja. Akhirnya dari sejumlah catatan fakta reflektif di atas, maka menurut saya yang penting dilakukan adalah:

- Bahwa 39 anggota DPRD TTS dan sejumlah SKPD telah berangkat untuk menunaikan tugas mulia yakni melakukan pariwisata dan studi banding. Lalu kini kita diperhadapkan pada kebutuhan terkini masyarakat Timor Tengah Selatan. Mari bicarakan alokasi anggaran dan model pendampingan kita untuk mereka yang dalam hatinya mengharapkan dukungan dan keberpihakan kita pada mereka.

- Berbicara mengenai jumlah biaya satu milyar lebih yang telah digunakan untuk perjalanan ini untuk dipertanggung jawabkan dalam bentuk laporan dan pertanggungjawaban lainnya semisal melahirkan aturan dan atau membuat respon cepat sesuai dengan hasil studi tersebut. Senang memang saya dengan laporan tertulis terkait dengan perjalanan ini, tapi alangkah lebih baiknya jika dalam bentuk kegiatan dan respon langsung yang sangat dinantikan oleh masyarakat kita. Laporan pandangan mata dan sejumlah teori dan ocehan ilmiah lainnya bukan menjadi harapan masyarakat. Jadi berlakulah dengan wajar dan berkeadilan dan berkeadaban sesuai dengan misi lembaga perwakilan rakyat dan para abdi negara, abdi masyarakat.

Jangan berlaku tradisional apalagi bergaya para leluhur kita yang sangat lekang berzaman batu.
- Kepada pimpinan daerah, Bapak Paul Mella dan Bapak Beni Litelnoni, untuk tidak dengan serta merta membiarkan sejumlah uang kita terbang entah ke mana. Yang perlu diingat bahwa Kota Soe dan sejumlah desa yang berada di bawah pimpinan bapak berdua sangat mengharapkan tindakan nyata kepada mereka bukan kepada wakilnya (Uang Untuk DPRD dan Kepala Dinas). Intinya tidak ada kompromi untuk kesejahteraan rakyat harus dinomorsatukan. Perjuangan untuk mendapatkan alokasi anggaran dari pusat harusnya dimaksimalkan demi kesejahteraan rakyat Timor Tengah Selatan dan bukannya dibawa kembali keluar dan tidak akan pernah kembali berdampak bagi pembangunan di TTS.

Mari refleksikan geliat ekonomi masyarakat kita yang sangat lemah bahkan berangsur-angsur mati. Padahal kita punya sejumlah aset daerah yang sangat potensial untuk dikembangkan, misalnya pariwisata baik alam maupun bahari, agrowisata, pertanian dengan sejumlah produk unggulannya.

- Kita tak mau membayangkan akan ada lagi berkali-kali bimbingan teknis ke Jawa, berkali-kali kunjungan kerja ke luar daerah, perjalanan dinas, studi banding dan sejumlah agenda korupsi ala baru mengganas di daerah kita dan kemelaratan, kemerosotan kehidupan ekonomi, pendidikan, perkembangan ipteks yang tertatih-tatih menanti di depan mata. Hitunglah sejumlah aset dan kekayaan kita akhirnya keluar karena sejumlah rasionalisasi kita akan pariwisata pemerintahan dan kedewanan yang kita bangun di atas jeritan mereka para jelata. Nasibkah itu? Jangan lupa mereka yang melahirkan kita sementara menanti hasil kerja yang terpuji dan membanggakan. Jika tak ada itikad baik untuk memulai, maka sesungguhnya kita sementara berpesta di atas alas yang berwujud tandu.

Tentunya dipikul sejumlah hamba tanpa kenal lelah. Teruslah menyiksa dan yakinlah kelak badai menanti. Ingat teman-temanku, hai para wakil rakyat dan abdi masyarakat jangan pernah terulang kisah yang sama untuk kedua kalinya. Ingatlah pepatah tua “Hanya Unta Saja yang Terantuk pada Batu yang Sama”.

- Kepada masyarakat, mahasiswa, kaum muda, insan pers, media cetak, elektronik dan lembaga berwenang terima kasih banyak untuk semua yang indah dan agar jangan lelah dalam berkarya, melihat, mengontrol dan mengawal setiap tindakan yang beraroma tajam menusuk ke jantung kesengsaraan rakyat. Bukan tidak mungkin kita membutuhkan penjelasan yang detail terkait jumlah dana, jumlah peserta bahkan seluruh potensi daerah yang digunakan untuk perjalanan ini.

Pihak kepolisian dan kejaksaan untuk dapat melihat proses ini bahkan secara internal jika terbukti melanggar aturan untuk dapat ditindak tegas dan jika tidak maka syukurlah kita mungkin mendapatkan kejujuran dalam ketidakjujuran. Sesungguhnya kebenaran tetap akan menjadi kebenaran walau ditenggelamkan di bagian jagad raya mana pun.

Demikian potret buram dan carut –marut kisah perjalanan kampung kita Timor Tengah Selatan tercinta. Memang tak harus ditangisi atau disesali tapi sudah sepantasnya ini menjadi perhatian dan membutuhkan respon cepat dari kita yang masih diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mengelola dan berbakti bagi Sonaf (istana) kita yang tak harus kita rubah menjadi Sane (rumah lepas) atau Uem Lene (gubuk tua di kebun) yang tak diperhatikan.

Semoga Tuhan menolong kita menemukan jalan terbaik dan nurani tergerak membangkitkan kreatifitas dalam kejujuran dan ketepatan karya. Resah dan gelisah kami menunggu karya, cipta dan bhaktimu hai wakil rakyat yang terhormat dan abdi negara. (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Pagi Timor Ekspress, tanggal 11 Mei 2010).